Muktamar NU Tentang Hukum Alat
MusikMUKTAMAR I NAHDLATUL ULAMA KEPUTUSAN MASALAH DINIYYAH NO: 21 / 13
RABI’UTS TSAANI 1345 H / 21 OKTOBER 1926 TENTANG ALAT-ALAT MUSIK
ORKES
Tanya :
Bagaimana hukum alat-alat orkes (mazammirul-lahwi) yang
dipergunakan untuk bersenang-senang (hiburan)? Bila haram, apakah
termasuk juga terompet perang, terompet jemaah haji, seruling
penggembala dan seruling permainan anak-anak (damenan, Jawa)?Jawab
:Muktamar memutuskan bahwa segala macam alat-alat orkes (malahi) seperti
seruling dan segala macam jenisnya dan alat-alat orkes lainnya,
kesemuanya itu HARAM , kecuali terompet perang, trompet jema’ah haji,
seruling gembala, seruling permainan anak-anak dan lain-lain sebagainya
yang tidak dimaksudkan untuk dipergunakan hiburan.
Keterangan : dalam kitab al-Ithaf ‘alal Ihya’ Ulumiddin Juz VI
في
الإتحاف على الإحياء ما نصه : فَبِهَذِهِ الْمَعَانِى يَحْرُمُ
الْمِزْمَارُ الْعِرَاقِيُّ وَاْلأَوْتَارُ كُُلُّهَا كَالْعُوْدِ
وَالْضَّبْحِ وَالْرَّبَّابِ وَالْبَرِيْطِ وَغَيْرِهَا وَمَا عَدَا ذَلِكَ
فَلَيْسَ فِيْ مَعْنَاهَا كَشَاهِيْنِ الرُّعَاةِ وَالْحَجِيْجِ
وَشَاهِيْنِ الطَّبَالِيْنَ ,أهـ.
Dengan pengertian
ini, maka HARAM – lah seruling Iraq dan seluruh peralatan musik yang
menggunakan senar (gitar) seperti al-‘ud, ak-dhabh, rabbab dan barith
(nama-nama peralatan musik Arab). Sedangkan yang selain itu maka tidak
termasuk dalam pengertian yang diharamkan seperti (membunyikan suara
menyerupai) burung elang yang dipergunakan para penggembala, jamaah
haji, dan pemukul genderang.
LIHAT : Ahkamul
Fuqaha, Solusi Problematika Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas, dan
Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2004 M), h.19-20, Pengantar: Rais ‘Am PBNU,
DR.KH.MA Sahal Mahfudh, Penerbit Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN) NU Jawa
Timur dan Khalista, cet.III, Pebruari 2007
MUKTAMAR
I NAHDLATUL ULAMA KEPUTUSAN MASALAH DINIYYAH NO: 22 / 13 RABI’UTS
TSAANI 1345 H / 21 OKTOBER 1926 TENTANG ALAT-ALAT MUSIK YANG DIPUKUL
(DIBUNYIKAN) DENGAN TANGAN
Tanya : Bagaimana
hukumnya alat-alat yang dibunyikan dengan tangan?Jawab :Muktamar
memutuskan, bahwa segala alat yang dipukul (dibunyikan) dengan tangan
seperti rebana dan sebagainya itu hukumnya MUBAH (boleh) selama
alat-alat tersebut tidak dipergunakan untuk menimbulkan kerusakan dan
tidak menjadi tanda-tanda orang fasiq kecuali kubah (sejenis
gendang-penj.) yang telah ditetapkan HARAM-nya dalam hadits (nash).
Keterangan : dalam kitab al-Ithaf ‘alal Ihya Ulumiddin:
في
الإتحاف على الإحياء ما نصه : وَكَالطَّبْلِ وَالْقَضِيْبِ وَكُلُّ آلَةٍ
يُسْتَخْرَجُ مِنْهَا صَوْتٌ مُسْتَطَابٌ مَوْزُوْنٌ سِوَى مَايَعْتَادُهُ
أَهْلُ الشُّرْبِ ِلأَنَّ كُلَّ ذَلِكَ لاَ يَتَعَلَّقُ بِالْخَمْرِ وَلاَ
يُذَكِّرُبِهَا وَلاَيُشَوَِّقُ إِلَيْهَا وَلاَيُوَجَدُ التَّشَبُّهُ
بِأَرْبَابِهَا فَلمَْ يَكُنْ فِيْ مَعْنَاهَا فَبَقِيَ عَلَى أَصْلِ
اْلإِبَاحَةِ قِيَاسِ عَلىَ صَوْتِ الطُّيُوْرِ وَغَيْرِهَا إِلَى أَنْ
قَالَ فَيَنْبَغِي أَنْ يُقَاسَ عَلَى صَوْتِ الْعَنْدَلِيْبِ اْلأَصْوَاتِ
الْخَارِجَةُ مِنْ سَائِرِ اْلأَجْسَامِ بِاخْتِيَارِ اْلأَدَمِيِّ
كَالَّذِيْ يَخْرُجُ مِنْ حَلْقِهِ أَوْ مِنَ الْقَضِيْبِ وَالطَّبْلِ
وَالدَّفِّ وَغَيْرِهِ. وَلاَ يُسْتَثْنَى عَنْ هَذِهِ آلَةِ الْمَلاَهِي
وَاْلأَوْتَارُ وَالْمَزَامِيْرُ إِذْ وَرَدَ الشَّرْعُ بِالْمَنْعِ
عَنْهَا. وَقَالَ أَيْضًا : وَبِهَاذِهِ الْعِلَّةِ يَحْرُمُ ضَرْبُ
الْكُوْبَةِ وَهُوَ طَبْلٌ مُسْتَطِيْلٌ رَقِيْقُ الْوَسْطِ وَاسِعُ
الطَّرفَيْنِ وَضَرَبَهَا عَادَةُ الْمُخَـنِّثِيْنَ وَلَوْلاَ مَا فِيْهِ
مِنَ التَّشْبِيْهِ لَكَانَ مِثْلَ طَبْلِ الْحَجِيْجِ وَالْغُزُوِّ.
(الإتحاف على الإحياء)
Seperti kendang dan drum
serta semua alat (pukul) yang dipergunakan untuk mengeluarkan suara yang
enak dan teratur, berirama, kecuali yang biasa digunakan oleh peminum
minuman keras, karena semua itu tidak berhubungan dengan minuman keras,
dan tidak mengingatkannya, tidak membuat kerinduan kepadanya, serta
tidak ada keserupaan dengan empunya sehingga tidak termasuk dalam
pengertiannya (yang diharamkan) dan hukumnya menjadi MUBAH sebagaimana
hukum asli. Sesuai dengan yang diqiyaskan pada suara burung bul-bul,
semua suara-suara yang keluar dari anggota tubuh manusia sesuai dengan
kehendaknya seperti yang keluar dari tenggorokannya atau dari kendang,
drum, rebana dan lainnya. Dalam hal ini tidak dikecualikan semua
alat-alat hiburan, aneka macam gitar dan seruling, karena (semua itu)
TELAH ADA LARANGAN dari syara’ terhadapnya.
Beliau
(Imam al-Ghazali-penj.) juga berkata: “dengan illat (faktor
penyebab-penj.) ini HARAM hukumnya memukul al-kubah (kendang). Yaitu
suatu alat musik sejenis kendang yang berbentuk memanjang, di arah
tengah agak tipis, sedang dua sisi ujungnya agak luas. Biasanya jenis
alat musik ini ditabuh oleh waria. Andaikan musik ini tidak digunakan
oleh waria (lelaki bergaya perempuan) , niscaya secara fungsional tidak
berbeda dengan kendang atau terompet yang digunakan jamaah haji atau
kendang perang.”
LIHAT : Ahkamul Fuqaha, Solusi
Problematika Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes
Nahdlatul Ulama (1926-2004 M), h.19-20, Pengantar: Rais ‘Am PBNU,
DR.KH.MA Sahal Mahfudh, Penerbit Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN) NU Jawa
Timur dan Khalista, cet.III, Pebruari 2007
Dan ini referensi dari forum muhammadiyah:
Alat Musik Dalam Pandangan Madzhab Syafi'ii
Sebagian
orang mengira alat musik itu haram karena klaim sebagian kalangan saja.
Padahal sejak masa silam, ulama madzhab telah menyatakan haramnya.
Musik yang dihasilkan haram didengar bahkan harus dijauhi. Alat musiknya
pun haram dimanfaatkan. Jual beli dari alat musik itu pun tidak halal.
Kali ini kami akan buktikan dari madzhab Syafi’i secara khusus karena
hal ini jarang disinggung oleh para Kyai dan Ulama di negeri kita.
Padahal sudah ada di kitab-kitab pegangan mereka.
Terlebih
dahulu kita lihat bahwa nyanyian yang dihasilkan dari alat musik itu
haram. Al Bakriy Ad Dimyathi berkata dalam I’anatuth Tholibin (2: 280),
بخلاف الصوت الحاصل من آلات اللهو والطرب المحرمة – كالوتر – فهو حرام يجب كف النفس من سماعه.
“Berbeda
halnya dengan suara yang dihasilkan dari alat musik dan alat pukul yang
haram seperti ‘watr’, nyanyian seperti itu haram. Wajib menahan diri
untuk tidak mendengarnya.”
Dalam kitab Tuhfatul Muhtaj Syarh Al Minhaj karya Ibnu Hajar Al Haitami disebutkan ,
( طُنْبُورٍ وَنَحْوِهِ ) مِنْ آلَاتِ اللَّهْوِ وَكُلِّ آلَةِ مَعْصِيَةٍ كَصَلِيبٍ وَكِتَابٍ لَا يَحِلُّ الِانْتِفَاعُ بِهِ
“Thunbur
dan alat musik semacamnya, begitu pula setiap alat maksiat seperti
salib dan kitab (maksiat), tidak boleh diambil manfaatnya.” Jika
dikatakan demikian, berarti alat musik tidak boleh dijualbelikan. Jual
belinya berarti jual beli yang tidak halal.
Dalam kitab karya Al Khotib Asy Syarbini yaitu Mughni Al Muhtaj disebutkan,
(
وَآلَاتُ الْمَلَاهِي ) كَالطُّنْبُورِ ( لَا يَجِبُ فِي إبْطَالِهَا
شَيْءٌ ) ؛ لِأَنَّ مَنْفَعَتَهَا مُحَرَّمَةٌ لَا تُقَابَلُ بِشَيْءٍ
“Berbagai
alat musik seperti at thunbuur tidak wajib ada ganti rugi ketika barang
tersebut dirusak. Karena barang yang diharamkan pemanfaatannya tidak
ada kompensasi sama sekali ketika rusak.” Perkataan beliau ini
menunjukkan bahwa alat musik adalah alat yang haram. Konsekuensinya
tentu haram diperjualbelikan.
Dalam kitab
Kifayatul Akhyar penjelasan dari Matan Al Ghoyah wat Taqrib (Matan Abi
Syuja’) halaman 330 karya Taqiyuddin Abu Bakr bin Muhammad Al Husaini Al
Hushniy Ad Dimasyqi Asy Syafi’i ketika menjelaskan perkataan Abu Syuja’
bahwa di antara jual beli yang tidak sah (terlarang) adalah jual beli
barang yang tidak ada manfaatnya. Syaikh Taqiyuddin memaparkan bahwa
jika seseorang mengambil harta dari jual beli seperti ini, maka itu sama
saja mengambil harta dengan jalan yang batil. Dalam perkataan
selanjutnya, dijelaskan sebagai berikut:
وأما آلات
اللهو المشغلة عن ذكر الله، فإن كانت بعد كسرها لا تعد مالاً كالمتخذة من
الخشب ونحوه فبيعها باطل لأن منفعتها معدومة شرعاً، ولا يفعل ذلك إلا أهل
المعاصي
“Adapun alat musik yang biasa melalaikan
dari dzikirullah jika telah dihancurkan, maka tidak dianggap lagi harta
berharga seperti yang telah hancur tadi berupa kayu dan selainnya, maka
jual belinya tetap batil (tidak sah) karena saat itu tidak ada
manfaatnya secara syar’i. Tidaklah yang melakukan demikian kecuali ahlu
maksiat.”
Ini perkataan ulama Syafi’iyah yang
bukan kami buat-buat. Namun mereka menyatakan sendiri dalam kitab-kitab
mereka. Intinya, musik itu haram. Alat musik juga adalah alat yang
haram. Pemanfaatannya termasuk diperjualbelikan adalah haram. Artinya,
upah yang dihasilkan adalah upah yang haram. Penjelasan ini pun dapat
menjawab bagaimana hukum shalawatan dan nasyid dengan menggunakan alat
musik. Silakan direnungkan!
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.
Artikel menarik sebagian bahan kajian lebih jauh tentang musik: “Saatnya Meninggalkan Musik”.
Adapun pendapat lain:
Alat
musik itu diharamkan krn didalamnya bisa mnghalangi dzikir pada
ALLOH,lalai pd sholat,dan bisa memisah taqwa dan cenderung pd hawa nafsu
dan terlena atas kemaksiatan
إتحاف السادة المتقين الجزء السادس صحيفة 501 ما نصه :
ومنها
ألة اللهو المحرمة كاالطبنور والرباب والمزمار وجميع المزامير والشباة من
جملتها، وإنما حرمت هذه الأشياء لما فيها من الصد عن ذكر الله وعن الصلاة
ومفارقة التقوى والميل إلى الهوى والانغماس في المعاصي.