005. Kisah Jembatan Shirat


 
Kisahnya.
Disebutkan bahwa Allah SWT telah menciptakan jembatan yang berada di atas neraka, terletak di atas neraka, sebuah jembatan yang sangat licin dan dapat menggelincirkan. Jembatan ini memiliki 7 pos yang setiap posnya memiliki jarak 3000 tahun. 1000 tahun berupa tanjakan yang tinggi, 1000 tahun berupa daratan biasa, dan 1000 tahun berupa lereng yang curam.

Sedangkan lebar jembatan tersebut lebih kecil dan lebih lembut dari sehelai rambut, lebih tajam daripada pedang dan lebih malam daripada malam yang pekat. Di setiap gardu atau posnya memiliki 7 cabang, dimana setiap cabang bentuknya bagaikan panah yang ujungnya tajam.

Melihat ganbaran jembatan seperti itu, tak heran banyak orang yang tergelincir masuk neraka. Tapi ada sekelompok umat yang begitu mudahnya melewati jembatan itu bagaikan secepat kilat, namun ada pula yang begitu sulit dan lamban melewatinya.

Syafaat Rasul.

Dalam suatu riwayat diceritakan bahwa sesungguhnya ketika manusia melewati jembatan, maka api neraka berada di bawah telapak kaki mereka, ada yang berada di atas kepala, ada yang berada di sebelah kanan atau kiri mereka dan di depan mereka.

Allah SWT berfirman,

وَإِنْ مِنْكُمْ إِلا وَارِدُهَا كَانَ عَلَى رَبِّكَ حَتْمًا مَقْضِيًّا ٧١
ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا وَنَذَرُ الظَّالِمِينَ فِيهَا جِثِيًّا ٧٢

Artinya:
71. dan tidak ada seorangpun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu. hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan.
72. kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam Keadaan berlutut.

Sedangkan neraka itu selalu memakan tubuhnya mulai dari kulit sampai daging sehingga orang yang lewat di atas jembatan itu bagaikan arang hitam, kecuali orang-orang yang selamat dan diselamatkan, diselamatkan di sini dlam arti bahwa diselamatkan oleh Rasulullah SAW.

Dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa nanti pada hari kiamat, datanglah sekelompok umat lalu mereka naik ke atas jembatan itu dan Rasulullah SAW pun menoleh kepada mereka seraya berkata,
"Siapakah kalian?"
"Kami adalah umatmu...," jawab mereka.

Rasulullah SAW bersabda,
"Apakah kalian telah melaksanakan perintah-perintahku?"
"Tidak," kata mereka.
Kemudian Rasulullah SAW pun pergi meninggalkan mereka, hingga terjerumuslah mereka ke dalam neraka Jahnnam.

Kemudian datang lagi sekelompok umat lain dan Rasulullah SAW bertanya,
"Apakah kalian berada pada syariat Nabi kalian? Dan adakah kalian berjalan di atas jalan-Nya yang benar?"
"Ya," kata mereka.
Maka dapatlah mereka melewati jembatan itu, dan apabila mereka menjawab "tidak", maka terejrumuslah mereka ke dalam api nereka. Bagi mereka yang tergelincir ke dalam nereka, mereka selalu mengharap syafaat Rasulullah SAW.

Masjid Bisa Menjadi Penolong.
Inilah yang menjadi topik dalam kisah Islam ini, dimana masjid bisa menolong siapa saja yang selalu aktif menjalankan ibadah di dalam masjid itu.

Dalam suatu hadits diterangkan bahwa ada suatu kaum yang datang dan berhenti di atas Shirat seraya berkata,
"Siapakah gerangan yang bakal menyelamatkan kita dari api neraka, padahal kita tidak kuasa melewati jembatan ini."
Mereka menangis sejadi-jadinya mengharap pertolongan dengan amat sangat.

Lalu muncullah Malaikat Jibril dan bertanya kepada meraka,
"Apakah yang menghalangi kalian untuk melewati jembatan Shirat ini?"
"Kami takut dengan api neraka," jawab umat itu.
"Apakah ketika di dunia kalian menemui lautan? Bagaimana kalian menyeberanginya?" tanya Malaikat Jibril.
"Kami mengendari perahu," jawab umat itu.

Kemudian Malaikat Jibril mendatangkan kepada meraka sebuah masjid dalam bentuk perahu yang mana mereka pernah shalat di dalamnya. Maka duduklah mereka di atas masjid itu, melewati jembatan maut dan dikatakan (Jibril) kepada meraka,
"Inilah masjid-masjid yang telah kalian pergunakan untuk shalat berjamaah."

Subhanallah...
Semoga kita bisa melanggengkan shalat berjamaah di masjid, karena masjid itu bisa menolong kita melewati jembatan Shirat nantinya.

Riwayat bisa dibaca dalam kitab Daqoiqul Akbar Fii Dzikril Jannati Wan Naar, sebuah karya agung seorang Imam Abdirrhim bin Ahmad Al-Qadhiy.